Alhamdulillah, setelah kesibukan yang terselesaikan, akhirnya bisa kembali menulis di blog ini. Dan ternyata oh ternyata ini adalah postingan saya yang pertama di tahun 2012, sepertinya produktivitas menulis di blog sedikit menurun. Tetapi sudahlah, itu masalah saya, saya akan berusaha untuk memperbaikinya.
Pada postingan kali ini saya ingin berbagi pengalaman saya yang terkait dengan judul postingan ini, yaitu SEMANGAT BERBAGI. Tetapi sebelum saya menceritakannya, saya ingin menegaskan bahwa tidak ada maksud sedikit pun saya untuk bersifat riya, untuk itu saya berlindung kepada Allah dari segala sifat riya, sombong dan membanggakan diri.
Kisah ini bermula ketika saya dan isteri mendapati, bahwa barang dagangan kami berupa sandal anak-anak masih ada tersisa di gudang sebanyak 30 pasang. Walaupun namanya barang sisa, tetapi kondisinya masih baru dan masih terbungkus rapi dengan plastiknya. Saat itu terbesitlah sebuah niat mulia kami untuk membagikannya kepada anak-anak panti asuhan yang berada tidak jauh dari tempat ketinggalan saya. Mengapa kami sampai terbesit membagikannya kepada anak-anak tersebut? Karena waktu terakhir kali kami kesana bulan lau, saya dan isteri melihat anak-anak terbut bermain di perkarangan asrama dengan baju lusuh dan bertelanjang kaki.
Memang kami cukup sering mengunjungi panti asuhan itu, namun jika selama ini kami hanya menyerahkan uang di dalam amplop kepada pengelolanya, maka kali ini kami membawa berupa benda. Tetapi skenarionya tetap sama, rencananya barang tersebut kami serahkan kepada pihak pengelola terlebih dahulu, dan biarlah pengelola yang membagikannya kepada mereka.
Namun apa hendak dikata, baru sampai di parkiran, dan kami menurunkan dua plastik besar, anak-anak itu berlari ke arah kami dan tanpa kata-kata mulai merebut sandal-sandal tersebut. Tidak peduli dengan larangan kami maupun teriakan pihak pengelola, anak-anak tersebut dengan sangat antusias berusaha mengambil satu sandal untuk dirinya sebelum kehabisan. Dan ternyata benar, jumlah sandal yang kami bawa tidak mencukupi jumlah anak-anak tersebut. Apa hendak dikata, anak-anak yang tidak kebagian sandal itu menangis sekeras-kerasnya. Sekitar 20 anak yang tidak kebagian, menangis di hadapan saya dan istri seraya memohon untuk diberikan sandal yang serupa dengan teman-temannya. Melihat hal itu, haru itu muncul, tangis anak-anak itu memancing air mata saya untuk berkumpul di sekitar pelupuk mata. Saya merasa bersalah, isteri saya diam tanpa kata. Niat awal kami yang ingin membuat mereka tertawa, luluh lantah dengan tangisan bocah-bocah malang itu.
Sesaat saya dan isteri terdiam cukup lama hingga seorang anak laki-laki menyadarkan saya. Dengan bahasa sederhana dan kepolosannya berkata, "Om, minta uang seribu untuk jajan." Isteri saya tanpa diperintah langsung membuka dompetnya dan membagikan uang kepada anak-anak yang belum mendapatkan sandal. Memang jumlahnya tidak banyak, tetapi mereka tidak peduli pada jumlah. Yang mereka pedulikan adalah ada orang yang memberikan mereka perhatian. Setelah itu suasana pun tenang kembali.
Kemudian lagi-lagi seorang bocah laki-laki menghampiri saya, dan berkata sambil menepuk perut saya, "Om, om kan orang kaya. Besok-besok kalau ke sini bawa mainan ya om." Doa yang tulus dari anak itu membuat saya kembali haru, dan saya lebih terharu lagi saat mendengar bahwa yang mereka inginkan hanyalah sebuah mainan. Sekali lagi mereka tidak peduli dengan harga mainan, yang mereka pedulikan hanya ada orang yang memberikan mereka mainan yang selama ini seharusnya diberikan oleh orang tua mereka yang telah tiada. Sungguh kejadian ini telah menghinakan semua uang dan harta yang saya miliki. Karena ternyata selama ini saya sombong melangkah tanpa mempedulikan kehidupan mereka.
Kisah ini menjadi tamparan bagi saya, dan seharusnya juga menjadi tamparan bagi banyak orang di luar sana,
- Ketika kita membelikan pakaian untuk anak dan keponakan kita, pernahkah kita memikirkan mereka?
- Ketika kita membelikan mainan untuk anak dan keponakan kita, pernahkah kita memikirkan mereka?
- Ketika kita makan enak di restoran mewah bersama anak atau keponakan kita, pernahkah kita memikirkan perut mereka?
- Ketika kita berlomba-lomba memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak atau keponakan kita, pernahkah kita memikirkan pendidikan mereka?
Untuk itu wahai para sahabat-sahabat ku, dengan segala kerendahan hati dan ketulusan yang dalam, saya ingin mengajak diri saya sendiri dan rekan-rekan semua untuk lebih menghidupkan dan meningkatkan kembali semangat untuk berbagi kepada para yatim. Marilah kita menjadi seperti orang tua bagi mereka, karena sungguh telah jelas perintah untuk melakukannya.
“Bersikaplah kepada anak yatim, seperti seorang bapak yang penyayang.”
[HR. Bukhori]
Tidakkah kita ingin dekat dengan Baginda Nabi Muhammad SAW,
“Penjaga anak yatim daripada kerabat atau bukan kerabatnya, saya dan penjaga itu adalah seperti dua jari ini di dalam syurga.” Malik (periwayat hadis) mengisyaratkan dengan
jari telunjuk dan jari hantu.”
(Hadis riwayat Muslim)
Sebagai penutup, bacalah haidts berikut sebagai renungan untuk kita:
“Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah seraya mengeluh atas kekerasan hatinya. Rasulullah bertanya kepadanya, apakah engkau ingin hatimu menjadi lunak dan segala kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu akan terpenuhi.”
[HR Thabrani, Targhib]